Laman

Rabu, 11 Juli 2012

Pola Kesuksesan: Sederhana, tapi tak mudah.


( Supardi Lee)
Sukses tercapai oleh sebuah pola sederhana. Siapapun yang bisa menjalankan pola ini, maka sukses jadi niscaya. Siapa yang cepat menjalankan polanya, suksesnya pun diraih cepat. Kondisi awal, memang berpengaruh, tapi tidak lebih menentukan dari proses menjalankan polanya. Orang miskin dan orang kaya lebih cepat mana meraih sukses? Bila hanya menghitung kondisi awal, maka orang kaya jawabannya. Tapi penentunya bukan kondisi awal, tapi proses menjalankan polanya. Orang miskin yang lebih cepat menjalankan pola sukses dari orang kaya, akan meraih sukses lebih cepat pula.
Nah, bagaimana pola sukses itu? Ada 5 tahap yang membentuk pola sukses, yaitu:
1. Keyakinan Diri yang Positif
Segalanya berawal dari sini. Ini citra diri anda. Self image. Ini berkaitan dengan bagaimana anda meyakini diri anda sendiri? Apakah anda manusia yang dilahirkan untuk sukses atau untuk gagal? Anda orang baik atau orang buruk? Anda ganteng / cantik atau buruk rupa? Anda layak kaya atau layak miskin? Anda merasa sebagai orang kelas bawah, kelas menengah atau kelas atas? Ketika berhadapan dengan orang lain, anda merasa diri anda di atas, sejajar atau di atasnya? Juga berkaitan dengan anda merasa diri anda pengikut yang baik atau pemimpin yang hebat? Merasa punya semua bakat dan potensi yang dibutuhkan atau tidak?
Nah, kesuksesan diawali dari keyakinan positif atas diri sendiri. Anda yakin anda dilahirkan untuk sukses. Anda orang baik. Anda ganteng / cantik. Anda layak kaya dan menjadi orang kelas atas. Anda percaya diri berhadapan dengan orang lain. Tidak rendah diri. Tidak juga sombong. Anda layak menjadi pemimpin hebat. Anda pun yakin sekali anda dianugerahi bakat dan potensi yang cukup untuk meraih sukses yang anda inginkan.
Kenapa ini penting? Karena hanya orang yang yakin bahwa dirinya layak sukses yang akan meraih sukses itu. Iya kan?
2. Melakukan Keharusan.
Langkah kedua adalah melakukan keharusan. Dari keharusan yang mendasar dan sederhana sampai melakukan keharusan yang sulit dan rumit. Keharusan – yang paling sederhana sekalipun – biasanya tidak menyenangkan. Tapi sangat baik bila dilakukan.
Keharusan ini bersifat seperti imunisasi. Bayi harus diimunisasi. Ini sebuah keharusan. Sakit rasanya, tapi menguatkan. Sedih melihatnya, tapi harus melakukannya. Resiko lebih besar harus ditanggung bila keharusan ini tak dilakukan.
Setiap orang harus bangun pagi-pagi. Setiap orang harus berolahraga. Setiap orang harus makan makanan sehat dan bergizi. Setiap orang harus bisa mengurus dirinya sendiri. Setiap orang harus bisa berpikir. Setiap orang harus bisa memecahkan masalah. Setiap orang harus terus belajar. Itulah beberapa keharusan yang mendasar.
Bila anda karyawan, anda harus disiplin. Taat aturan. Betapa pun aturan itu membuat anda kesal. Bila anda pebisnis, anda harus punya nilai lebih. Betapa pun sulitnya memiliki nilai lebih itu. Bila anda atlet, anda harus keras berlatih. Meski itu melelahkan.
Nah, bisakah anda meraih sukses bila anda tak bisa melakukan keharusan anda? Tidak!!! 100% tidak bisa sukses.
3. Membentuk Kebiasaan Positif.
Langkah ketiga adalah hasil langkah kedua yang benar-benar jelas, terus dilakukan berulang-ulang secara konsisten. Setiap orang harus bangun pagi. Maka pagi bisa berarti pukul empat, lima, enam, tujuh, delapan atau bahkan sembilan. Bila anda bangun tidur pukul empat di hari Senin, pukul tujuh di hari Selasa, pukul lima di hari Rabu, pukul delapan di hari Kamis, maka anda baru melakukan keharusan. Keharusan anda belum menjadi kebiasaan. Ketika anda secara konsisten – setiap hari – bangun pukul empat, itulah kebiasaan. Sebuah kebiasaan positif harus benar-benar jelas.
Ketika melihat orang kecelakaan, anda sigap membantu. Anda melakukan keharusan anda. Tapi hal ini tak terjadi setiap hari, kan? Maka ini bukan kebiasaan. Mematikan lampu yang tak digunakan adalah keharusan. Selalu mematikan lampu yang tak digunakan adalah kebiasaan. Nah, keharusan dan kebiasaan dibedakan oleh satu kata saja : selalu. Satu kata yang benar-benar sangat menentukan.
Keyakinan positif, Melakukan keharusan dan Membentuk kebiasaan positif adalah fondasi sukses anda. Ia seperti batu, pasir dan semen dalam fondasi rumah. Salah satu kurang, fondasi tak kuat. Rumah tak bisa dibangun di atas fondasi yang rapuh. Sukses pun begitu. Hanya bisa diraih bila fondasinya kuat.
4. Membentuk Kebiasaan Produktif
Kebiasaan produktif berbeda dengan kebiasaan positif. Kebiasaan positif berarti tidak negatif, tidak merugikan, dan menyenangkan, tapi tidak menghasilkan kemajuan secara langsung. Kesuksesan diraih secara langsung oleh kebiasaan produktif.
Membaca buku itu positif. Apakah produktif? Tidak. Menulis buku lah yang produktif. Hasilnya jelas sebuah buku. Anda mungkin berpendapat, membaca buku kan menghasilkan pengetahuan. Jadi ada hasilnya. Ada produknya. Anda benar. Tapi produknya masih di tahap mental, bukan fisikal. Maka bila baru di tahap mental, belum bisa dikatakan produktif. Secara mental, anda bisa sangat paham tentang penjualan. Produktif? Belum. Jadi produktif bila anda telah menjual sesuatu. Dan sesuatu yang anda jual itu ada yang beli.
Apakah ini membuat produktif lebih penting dari positif? Jelas tidak. Anda akan sangat sulit untuk bisa produktif, bila anda tidak positif.
5. Berkompetisi.
Kebiasaan produktif akan menghantarkan anda pada sukses. Tetapi untuk bisa bertahan dalam kesuksesan, anda harus siap dan mampu berkompetisi. Tanpa ini, sukses hanya sekejap. Orang sukses adalah orang yang senang berkompetisi. Bersemangat ketika ada saingan. Terpacu ketika ada lawan. Tetap rendah hati ketika menang. Segera bangkit ketika dikalahkan. Maka keyakinan, pelaksanaan keharusan, kebiasaan positif dan kebiasaan produktif benar-benar diuji. Inilah ujian sebenarnya dari sebuah kesuksesan.
Meraih sukses sulit. Mempertahankan kesuksesan jauh lebih sulit. Maka sadari lah bahwa semua kesulitan itu memang sebuah kelayakan untuk orang hebat seperti anda. Iya kan?
Bagaimana dengan kegagalan? Ternyata, gagal pun membentuk sebuah pola. Pola yang berkebalikan dari pola sukses. Berarti orang gagal itu:
Keyakinan pada dirinya sendiri negatif.
Tidak melakukan keharusannya, malah asyik melakukan kesenangan.
Terbentuk kebiasaannya yang negatif.
Terbentuk kebiasaannya yang merusak.
Menyerah kalah sebelum berkompetisi.
Nah, ini jadi bahan introspeksi kita bersama. Berada di pola mana hidup kita? Pola sukses atau pola gagal? Berada di tahap mana pada pola tersebut?
Supardi Lee adalah seorang entrepreneur sukses, trainer berpengalaman, dan penulis. Bukunya diantaranya The Rich Plan, Achiever, Opportunity Quotient, Kerja Kecil. Setiap Kamis Pkl. 05.00 – 06.00 ia mengisi acara Power of Life di Radio Trijaya 104,6 FM. Ia bisa dihubungi di 0813.1990.8086 dan di supardiku@yahoo.com



PENGEMBANGAN DIRI


Oleh:  Supardi Lee
Sukses.  Bahagia.  Selamat dunia akhirat.  Kaya raya.  Keluarga sakinah.  Bermanfaat untuk sesama.  Dekat dengan Yang Maha Kuasa.  Itulah kualitas-kualitas hidup yang diinginkan manusia.  Keinginan yang wajar karena memang manusia berhak atas semuanya itu.
Kualitas hidup didapat sesuai dengan kualitas diri kita sendiri.  Kualitas hidup yang tinggi tentu karena kualitas dirinya tinggi pula.  Bila kualitas diri rendah, maka kualitas hidup yang tinggi, baru sekedar mimpi.  Dan akan tetap menjadi mimpi bila tak berusaha tingkatkan kualitas diri.
Maka Tuhan telah menganugerahi kita potensi yang cukup.  Cukup untuk bisa meraih kualitas hidup yang diinginkan itu.  Nah, pengembangan diri diperlukan agar potensi berubah menjadi kualitas diri.
Setiap orang diberikan potensi fisik yang relatif sama.  Bagaimana dengan kualitas fisiknya?  Pasti beda-beda.  Ada yang tumbuh dan berkembang ototnya.  Di sisi lain, ada yang tumbuh dan berkembang lemaknya.  Ada yang perutnya six pack dan rata, ada yang one pack menggelembung.  Potensinya boleh sama, hasilnya beda, karena pengembangan dirinya juga beda.  Sesederhana itu.
Orang-orang yang memiliki kualitas hidup yang tinggi, pasti karena pengembangan dirinya baik.  Bukan hanya dari sisi fisik, tapi juga mental, emosional, sosial, spiritual dan finansial.  Maka orang yang pengembangan dirinya benar, memiliki ciri:
1.       Fisiknya sehat, kuat dan daya tahannya tinggi.  Jarang sekali sakit.  Penuaannya lambat (awet muda).  Semua organ tubuh berfungsi dengan baik.
2.       Mentalnya kuat dan maju.  Pikirannya terbuka.  Ilmunya terus bertambah.  Bisa atasi masalah.  Keterampilannya meninggi.  Mencapai target.  Berprestasi.  Kompetitif.
3.       Emosinya positif.  Sangat susah marah.  Tak mudah tersinggung.  Jarang sekali stress.  Memiliki sense of humor yang tinggi.  Mudah tersentuh.  Empatik.  Sabar.
4.       Sosialnya menyenangkan dan bermanfaat.  Akur dengan keluarga dan tetangga.  Senang membantu sesama.  Mudah beradaptasi dan bersosialisasi.  Sering lakukan aktivitas sosial.  Mudah memaafkan.
5.       Spiritualnya kuat.  Beribadah dengan tertib.  Sensitif akan tanda dan peringatan Tuhan.  Memegang nilai-nilai kebenaran. Tuhan jadi fokus dan sandaran utama dan pertama.   Hidup tenang tenteram.  Jauh dari sombong, iri, dengki, riya, ujub dan takabur.  Pandai bersyukur.  Mudah bersabar.  Ikhlas.
6.       Finansialnya makin baik dan berkembang.  Pendapatan terus meningkat.  Sedekah makin banyak.  Utang terjaga.  Konsumsi terkendali.  Asuransi terbayar.
3B sebagai Metoda Pengembangan Diri.
Potensi diubah menjadi kualitas oleh tiga hal yang saya sebut 3B:
Belajar
Berlatih
Berjuang.
Sederhananya, Belajar dilakukan untuk mendapat ilmu.  Ilmu adalah dasar pengembangan diri.
Berlatih dilakukan untuk mempraktekkan ilmu dan mendapat keyakinan.
Berjuang dilakukan untuk mengatasi hambatan dan masalah yang terjadi agar kita makin sadar siapa diri kita yang sesungguhnya.  Dan siapa yang makin sadar siapa dirinya akan makin sadar siapa Tuhannya.
Celaka, Rugi dan Beruntung.
Celaka terjadi ketika kualitas diri kita memburuk.  Ini ditandai dengan :  mentuhankan uang, mudah marah, mudah stress, sakit-sakitan, bertindak zalim pada sesama, ibadah terabaikan.
Rugi terjadi ketika kualitas diri kita mandek.  Ini ditandai dengan : berhenti belajar, puas akan keadaan sekarang, hidup sekedar rutinitas saja, terikat dengan uang, tak peduli sosial.
Beruntung terjadi ketika kualitas diri kita meningkat terus.  Enam aspek hidupnya berkembang dengan baik.  3B-nya dilakukan.  Uangnya – meski terus bertambah – diposisikan sebagai hamba, dan alat, penting tapi tak terikat.
Pengembangan diri dilakukan agar kita terus menjadi manusia beruntung.
*)  Pengusaha, Petani Ikan Lele dan Penulis. Tinggal di Depok. Setiap Kamis jam 05.00 – 06.00 mengisi acara Mutiara Pagi The Power of Life di Radio Trijaya Jakarta 104,6 FM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar